Tanggal 10 Nopember adalah hari Pahlawan. Setiap hari ini diperingati, menjadi tradisi Pemerintah untuk menganugerahkan gelar Pahlawan dan berbagai tanda jasa kepada para tokoh nasional maupun daerah. Mereka yang akan dianugerah gelar dan atau penghargaan itu biasanya adalah mereka yang dianggap berjasa terhadap negeri ini, bisa dari tokoh daerah hingga tokoh yang berkaliber nasional. Dan perlu dicatat, bahwa gelar dan penganugerahan tanda jasa tidak serta merta diberikan, melainkan melalui berbagai proses penelitian dan pengkajian dari berbagai segi, termasuk diantaranya harus ada dukungan dari masyarakat yang mengusulkan.
Tahun ini ada sepuluh nama yang diusulkan untuk memperoleh gelar pahlawan, termasuk di dalamnya ada nama Soeharto, Presiden RI Ke-2. Banyak sekali elemen masyarakat yang mengusulkan, sebaliknya tidak sedikit yang menganggap usulan gelar kepahlawanan atas nama Presiden Soeharto itu salah sasaran. Bagiku, sebagai generasi yang lahir di masa Orde Baru, saat Soeharto berkuasa, dan dibesarkan/dewasa sesudah reformasi bergulir, tidak pernah merasakan "ketidak-nyamanan" era Soeharto. Oleh sebab itu, aku lebih berpikir obyektif dan proporsional, bahwa jasa-jasa almarhum Presiden Soeharto selama menjabat Presiden tidak lah sedikit. Karenanya, beliau layak menerima gelar Pahlawan.
Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengatakan, mantan Presiden HM Soeharto diajukan oleh masyarakat untuk menjadi pahlawan nasional, bukan oleh pemerintah. Dipo Alam memandang perlu menegaskan hal ini, Minggu, menanggapi pemberitaan seolah-olah pemerintah mengajukan nama mantan Presiden HM Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.
"Seolah-olah Soeharto itu usulan pemerintah. Tidak, itu bukan usulan pemerintah, tapi masyarakat. Semua nama tokoh yang akan diajukan menjadi pahlawan nasional itu usulan masyarakat," katanya.
Seperti diberitakan, Kemensos akan mengajukan 10 nama tokoh yang telah terpilih dan diseleksi untuk memperoleh gelar pahlawan nasional kepada Dewan Gelar, Tanda Kehormatan, dan Tanda Jasa. Salah satu di antaranya adalah HM Soeharto. Ia menduga, isu bahwa pemerintah mengusulkan nama mantan Presiden Soeharto hanya untuk memanas-manasi suasana, menjelang satu tahun Kabinet SBY-Boediono.
"Tampakanya ada yang ingin mengompori masyarakat, mendiskreditkan Presiden, terutama adalah mereka yang ingin berdemo tidak senang dengan pemerintahan di tanggal 20 Oktober nanti," katanya.
Menurut dia, semua tokoh yang diusulkan memiliki pro kontra. "Mantan Presiden Soeharto `diimpeach` (dijatuhkan) oleh MPR. Mantan Presiden Gus Dur yang diusulkan masayrakat Jawa Timur juga diimpeach oleh MPR, begitu pula tokoh lainnya, semua ada pro-kontranya," katanya. Ia menambahkan, pemerintah nantinya akan tetap netral, objektif dan proporsional dalam memberikan gelar pahlawan nasional.
"Pemerintah akan melihat semua aspek dalam menentukan gelar pahlawan nasional," katanya.
Sementara itu, Kementertian Sosial dalam minggu-minggu ini, akan segera mengajukan 10 nama tokoh kepada Dewan Gelar, Tanda Kehormatan, dan Tanda Jasa yang dipimpin Menko Polhukam. Ke-10 nama tersebut adalah:
- Mantan Gubernur DKI Ali Sadikin dari Jawa Barat,
- Habib Sayid Al Jufrie dari Sulteng,
- Mantan Presiden HM Soeharto dari Jawa Tengah,
- Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid dari Jawa Timur.
- Andi Depu dari Sulawesi Barat,
- Johanes Leimena dari Maluku,
- Abraham Dimara dari Papua,
- Andi Makkasau dari Sulawesi Selatan,
- Pakubuwono X dari Jawa Tengah, dan
- Sanusi dari Jawa Barat.
Selanjutnya 10 nama tersebut akan diverifikasi dan juga dinilai oleh Dewan Gelar, Tanda Kehormatan, dan Tanda Jasa yang dipimpin Menko Polhukam. Kemudian, nama-nama yang lolos setelah diverifikasi dan dinilai oleh Dewan Gelar, Tanda Kehormatan, dan Tanda Jasa akan diserahkan kepada Presiden, karena Presiden yang akan menetapkan siapa yang berhak menyandang gelar Pahlawan Nasional.
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon sudilah meninggalkan komentar Anda, agar kami bisa mengevaluasi diri, sekaligus dapat balas mengunjungi blog Anda, Terima kasih.