Rabu, 22 Desember 2010

Hari Ibu 22 Desember, Lomba Masak Bergelora!

Bu Peny Mulyadi
Hari Ibu, kini identik dengan lomba memasak, memakai sanggul hingga menyetrika. Padahal awal mula Hari Ibu adalah gerakan politik perempuan yang berjuang mendapatkan kemerdekaan RI hingga bisa berkiprah dalam percaturan politik nasional dan Internasional.

"Semua berubah setelah orde baru berkuasa," kata feminis, Nursyahbani Katja Sungkana dalam bincang- bincang dengan detikcom, Rabu (22/12/2010).

Waktu itu, 1982, perempuan yang aktif dalam kegiatan organisasi pemuda organisasi berlatar belakang kedaerahan seperti Jong Java, Jong Sumatra atau Jong Ambon ikut mendeklarasian Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.

Organisasi perempuan yang berdiri di awal gerakan di antaranya adalah Putri Mardika, 1916. Perempuan pelopor yang menjadi panitia pelaksana Kongres Perempuan Indonesia I 1928 dan ikut dalam deklarasi Sumpah Pemuda 1928 antara lain Soejatin, Nyi Hajar Dewantoro, Sitti Sundari dan lain-lain.

Merekalah inisiator dan penggerak Kongres Perempuan Pertama 22 Desember 1928. Dikemudian hari, tanggal inilah yang diperingati kini sebagai Hari Ibu.

"Hari Gerakan Perempuan Indonesia ini direduksi oleh Bung Karno sebagai Hari Ibu. Ini memang terhegemoni konsep patriarkhi," tambah mantan anggota DPR ini.

Padahal, Bung Karno mengutip Clara Zetkin, pemimpin gerakan perempuan di Jerman yang melahirkan International Women's Day. "Bung Karno menggambarkan laki-laki dan perempuaan sebagai sayap Garuda yang tidak mungkin bisa terbang terbang tinggi jika satu sayap patah," tandas feminis yang berkali-kali mendapat anugrah Internasional atas perannya dalam pergerakan perempuan Indonesia ini.

Seiring munculnya Orde Baru, perempuan semakin terhegemoni lewat UU dan kebijakan pemerintah. Seperti dalam UU No 1/1974 tentang Perkawinan, ibu di tempatkan sebagai ibu rumah tangga. Peran perempuan juga semakin dikerdilkan lewat organisasi PKK yaitu mencari pekerjaan yang selaras dengan hakikat ibu rumah tangga. Sehingga masa itu, perempuan lebih banyak bekerja di sektor pendidikan (yang selaras dengan peran ibu rumah tangga yaitu mendidik anak).

Lantas bagaimana dengan era reformasi?

"Tidak ada bedanya. Meski secara kuantitas anggota perempuan di DPR meningkat, dari 63 menjadi 109 tapi secara kualitas menurun. Sedikit dari mereka yang memahami persoalan- persoalan perempuan," terang Nursyahbani.

Alhasil, kini Hari Ibu masih direpresentasikan dengan lomba memasak. Atau dalam iklan, Hari Ibu dihadirkan sebagai sosok perempuan yang merawat keluarga dengan harmonis. Menyambut pulang suami dan mengantar anak ke sekolah.

"Permasalahan perempuan dan ibu masih banyak dari trafficking, kemiskinan, angka kematian ibu dan bayi dan sebagainya," tutup Nursyahbani.(detik)

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon sudilah meninggalkan komentar Anda, agar kami bisa mengevaluasi diri, sekaligus dapat balas mengunjungi blog Anda, Terima kasih.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo